Perkembangan terbaru menunjukkan tekanan pada stabilitas nilai tukar dan potensi kerugian fiskal, sementara pemerintah berupaya menggerakkan sektor riil. Rupiah melemah meski fondasi ekonomi dinilai solid, mendorong proyeksi bahwa BI akan mempertahankan suku bunga acuan di 4,75%, dengan kemungkinan penurunan ke 4,50%. Di sisi lain, Indef kembali menyoroti praktik under-invoicing yang merugikan negara puluhan triliun. Untuk memperkuat sektor riil, skema Bunga KUR flat 6% diperkirakan dapat meningkatkan kinerja UMKM, meski risiko kredit tetap perlu diwaspadai.
Otoritas moneter tengah menghadapi dilema antara menjaga stabilitas nilai tukar dan potensi pelonggaran kebijakan. Ekonom mengungkap anomali Rupiah 2025 yang melemah di tengah ekonomi kuat. Fenomena ini menunjukkan bahwa stabilitas nilai tukar dipengaruhi oleh sentimen global. Sebagai respons, Bank Indonesia (BI) diproyeksikan akan menahan suku bunga acuan di level 4,75%. Proyeksi ini bertujuan menjaga stabilitas Rupiah di tengah anomali pelemahan nilai tukar, meskipun ekonom meramal bahwa BI Rate dapat turun ke 4,50% jika tekanan nilai tukar mereda.
Di sektor fiskal, kerugian besar mengancam penerimaan negara, menuntut pengawasan ketat. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyoroti praktik under-invoicing yang merugikan negara puluhan triliun. Sorotan ini menegaskan perlunya pengawasan ketat di sektor ekspor-impor untuk mengamankan penerimaan fiskal dari aktivitas ilegal.
Sementara itu, pemerintah tetap fokus pada dorongan sektor riil dengan mitigasi risiko kredit. Pemberian bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) flat 6% berpotensi mendongkrak UMKM. Kebijakan ini bertujuan mendorong sektor riil, namun risiko kredit harus diantisipasi oleh perbankan dan otoritas terkait agar program ini tidak menimbulkan masalah di masa mendatang.
Tekanan pada Rupiah (anomali pelemahan) dan upaya BI menahan suku bunga menggarisbawahi fokus pada stabilitas Moneter. Sementara itu, pemerintah berusaha mendorong UMKM melalui Bunga KUR flat 6%. Di sisi lain, isu under-invoicing menegaskan tantangan serius pada sektor Fiskal yang membutuhkan tindakan tegas untuk mengamankan penerimaan negara dari aktivitas ilegal.
Perkembangan terakhir memperlihatkan tarik-menarik kebijakan antara dorongan pertumbuhan UMKM melalui KUR berbunga 6% dan kebutuhan menjaga stabilitas moneter lewat kebijakan suku bunga BI. Semua ini berlangsung di tengah tekanan pelemahan Rupiah yang tidak wajar serta kerugian fiskal akibat praktik under-invoicing.